Setiap perusahaan pasti memiliki barang inventaris yang akan digunakan selama menjalani kegiatan operasionalnya. Akan tetapi, bagaimana jika barang tersebut sampai menumpuk di gudang?
Yang namanya tempat penyimpanan seperti gudang, tentu memiliki batasan ruang. Ditambah lagi, gudang memiliki biaya perawatan yang harus dibayar, agar gudang tersebut tetap dapat dipakai. Bukankah hal tersebut wajar?
Ternyata, terdapat resiko yang merugikan perusahaan yang kerap menimbun barang yang berlebih, dalam waktu lama. Maka itu, kenali tentang apa potensi rugi dari kondisi tersebut, dan cara menanggulanginya.
Kenali Apa itu Barang Inventaris
Barang inventaris adalah barang yang dimiliki oleh perusahaan, pabrik, atau institusi lainnya. Barang ini akan digunakan saat beroperasi, sehingga umumnya disimpan saat lagi belum dipakai atau dijual.
Barang yang termasuk inventaris pun, dapat dibedakan sesuai jenis entitas yang menggunakannya. Contohnya seperti perkantoran, berarti memakai inventaris kantor. Atau jika sekolah, berarti inventaris keperluan sekolah.
Dalam usaha pun, inventaris dapat berupa stok barang yang akan dipakai untuk dijual kembali. Bagi produsen, material yang digunakan dalam produksi juga termasuk inventaris, yang kemudian akan didistribusikan.
Inventaris ini nantinya akan dicatat dalam buku inventaris, untuk mencatat segala macam spesifikasi mengenai barang yang disimpan di gudang. Mulai dari kapan pengiriman barang atau material, ukuran, biaya, dan lain-lain.
Penyimpanan barang-barang ini merupakan hal yang wajar, selama kuantitas barang tidak di atas aman (safety stock). Jika menumpuk, kondisi ini dinamakan surplus inventory, yang dapat merugikan jika dibiarkan.
5 Resiko Penumpukan Barang Inventaris
Lantas, apa yang terjadi jika perusahaan tetap memiliki barang yang sudah menumpuk begitu lama? Berikut apa saja yang menjadi resiko dari penumpukan barang, yang termasuk inventaris perusahaan:
1. Peningkatan Biaya Penyimpanan
Resiko yang paling pertama akan dirasakan adalah dari biaya penyimpanan barang inventaris tersebut. Seperti yang diketahui, terdapat berbagai macam biaya penyimpanan seperti:
- Perbaikan barang. Sebagian barang tertentu akan membutuhkan perawatan secara berkala, terutama jika terus disimpan untuk dipakai. Barang-barang ini dapat mengalami usang apabila tidak mendapat perawatan khusus.
- Fasilitas penyimpanan. Gudang yang digunakan mungkin memiliki fasilitas seperti pendingin atau penghangat untuk menjaga kualitas barang. Sebagian gudang juga memiliki conveyor untuk menata barang, yang juga membutuhkan biaya.
- Keamanan penyimpanan. Perusahaan mungkin melakukan instalasi keamanan, terutama jika gudang dipakai untuk menyimpan barang penting. Mulai dari alarm api, pencuri, atau keamanan lainnya.
- Sewa penyimpanan. Gudang yang dipakai mungkin masih disewa, dan semakin lama gudang terpakai, maka biaya sewanya semakin membesar. Selain itu, juga ada pajak yang perlu dibayar perusahaan.
Untuk memitigasi peningkatan biaya penyimpanan, perusahaan umumnya menggunakan metode EOQ (economic order quantity). Ini merupakan metode ideal untuk meminimalkan biaya penyimpanan, gudang, dan lain-lain.
2. Resiko Pemborosan yang Tidak Perlu
Apa yang membuat barang inventaris dikatakan sebagai pemborosan yang tidak perlu? Pertama, hal yang menjadi boros akibat inventaris berlebih ini adalah pemborosan ruang, terutama tempat menyimpan barang tersebut.
Jika gudang tersebut memiliki tempat lebih, perusahaan dapat memakainya untuk menyimpan barang yang lebih bermanfaat. Dalam bisnis, perusahaan dapat memakai ruang untuk stok barang dengan high demand.
Hal ini dinamakan dengan biaya oportunitas (opportunity cost), di mana keputusan perusahaan yang tidak dipilih, justru lebih menguntungkan. Akibatnya, tidak hanya kesempatan hilang, perusahaan juga akan rugi.
Adanya barang berlebih ini juga membuat boros tenaga kerja, terutama jika barang tersebut butuh perawatan berkala. Sementara, barang tersebut hanya duduk dan tidak menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Untuk menghindari hal ini, perusahaan perlu menganalisa kembali manajemen inventaris yang dipakai. Mulai dari metode penyimpanan, atau adanya penggunaan software seperti warehouse management system.
3. Mengurangi Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu kunci performa yang penting dalam menilai performa perusahaan. Sebab, profitabilitas dapat dipakai oleh analis atau investor, untuk menentukan kemampuan finansial perusahaan.
Karena itu, setiap perusahaan menghindari penurunan rasio profitabilitas dengan segala cara. Apabila profitabilitas menurun akibat barang menumpuk, maka performa perusahaan dianggap memburuk.
Apa hubungannya profitabilitas dengan barang inventaris? Tergantung dari entitas yang memilikinya. Jika dilihat dari mata perusahaan retail, maka profitabilitas mengacu kepada profit margin dari penjualan stok barang.
Dengan barang yang tidak laku alias menumpuk, maka artinya perusahaan tidak menghasilkan uang darinya. Ini akan mempengaruhi profit margin, sehingga juga akan berdampak terhadap profitabilitas perusahaan.
Perusahaan yang memiliki dana investor, juga memiliki jenis profitabilitas RoE (return on equity). RoE mengukur kemampuan perusahaan untuk mendapat keuntungan dari investasi tersebut.
4. Keusangan Inventaris
Tidak selamanya barang yang disimpan terlalu lama akan bertahan selamanya. Sebagian jenis barang akan mengalami deteriorasi, sehingga menurunkan kualitas, atau bahkan membuatnya menjadi rusak.
Barang yang sudah rusak atau usang akan perlu diperbaiki, dan biayanya perbaikannya tentu tidak gratis. Buruknya lagi, sebagian barang tidak bisa diperbaiki, sehingga barang tersebut akan dibuang begitu saja.
Baik antara dapat diperbaiki atau tidak, perusahaan tetap akan mengalami kerugian secara material. Antara harus mengeluarkan biaya untuk memperbaiki barang, atau biaya keusangan yang tidak sedikit.
Karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan umur barang yang ingin disimpan dalam waktu yang cukup lama. Jangan sampai barang yang kualitasnya sudah rusak dijual, apalagi yang sudah tidak layak dijual.
5. Meningkatnya Limbah Kemasan
Limbah kemasan atau packaging, mengarah ke kemasan yang dipakai untuk melindungi produk sebelum dijual. Ini termasuk stok barang yang disimpan di gudang, sebelum dijual atau didistribusikan perusahaan.
Apabila stok barang tersebut tidak laku dijual, terutama sudah usang, maka perusahaan akan membuang produk tersebut. Sayangnya, kemasan akan menjadi limbah yang antara di daur ulang, atau menjadi sampah.
Meski limbah kemasan dapat disiasati dengan program daur ulang, atau memakai metode ekonomi sirkular, ada baiknya perusahaan mencegah over produksi limbah tersebut. Caranya adalah dengan mengurangi inventaris yang tidak diperlukan.
Misalnya dengan tidak memakai plastik sekali pakai, atau memakai material alternatif sebagai kemasan. Ini akan membuat perusahaan tetap mengeluarkan biaya kembali. Maka itu, resiko ini juga perlu dipertimbangkan.
Zaapko: Solusi Penanganan Surplus Inventory
Setelah mengetahui apa itu barang inventaris (surplus inventory) dan resikonya, perusahaan perlu mengambil tindakan penanganan dengan segera. Apa kira-kira solusi terbaik yang bisa dicoba dengan mudah? Jawabannya adalah Zaapko.
Zaapko merupakan brand e-commerce ternama berbasis B2B (business-to-business), yang dapat menangani stok barang berlebih. Seperti inilah cara Zaapko untuk mengatasi masalah tersebut:
- Perusahaan mempublikasikan stok barang yang ingin dijual melalui e-commerce Zaapko.
- Zaapko akan mencari pembeli yang tepat untuk membeli barang yang dijual perusahaan.
- Pembeli yang ingin membeli akan diidentifikasi terlebih dahulu oleh pihak Zaapko.
- Zaapko akan mengirimkan uang pembelian dari pembeli, kepada pemilik stok barang yang terjual.
Dengan e-commerce Zaapko yang didesain seperti one-stop shopping, pembeli juga akan lebih mudah menemukan barang dengan mulus. Pembeli juga puas dengan Zaapko, dan begitu juga perusahaan yang menjual.
Maka itu, penghapusan barang inventaris dapat dibuat mudah tanpa bingung bersama Zaapko. Perusahaan akan kembali mendapat profit margin dari penjualan tersebut, dan menghindari resiko-resiko di atas.