Dalam mengelola inventaris (inventory management), overstocking merupakan tantangan yang akan dihadapi perusahaan. Pasalnya, terdapat bahaya overstock yang dapat merugikan perusahaan secara finansial.
Menyimpan stok untuk menyiasati permintaan yang melambung, memang seringkali dijadikan alasan bagi perusahaan untuk overstocking. Namun, ingat bahwa menyimpan stok yang berlebih itu ada resikonya.
Maka itu, perusahaan kerap mengatasi overstock inventory dengan melakukan likuidasi, baik secara mandiri maupun dengan pihak ketiga. Lantas, apa bahayanya overstocking, dan mengapa likuidasi adalah solusi yang tepat?
5 Bahaya Overstock dalam Bisnis
Overstock dianggap sebagai kebiasaan yang membahayakan bisnis, karena kemungkinan besar, semua stok tersebut tidak dapat terjual kembali. Stok yang tidak terjual ini akan masuk ke dalam kategori excess stock.
Banyak perusahaan yang tidak ingin memiliki excess inventory atau stock ini, dan alasannya tentu valid. Karenanya, ketahui apa saja bahaya overstock, yang dapat berujung menjadi excess inventory tersebut:
Kerugian Finansial
Siapa sangka jika bahaya overstock dapat merugikan perusahaan secara finansial? Dikutip dari RetailWire, overstock bertanggung jawab atas 3.2% dari total kerugian yang dimiliki retailer secara global.
Ini merupakan kerugian yang nampak dirasakan dalam bisnis kecil maupun berskala besar. Lalu, bagaimana memiliki stok yang berlebih, dapat membuat perusahaan mengalami kerugian yang besar?
- Penurunan harga disebabkan kualitas produk yang menurun. Barang yang tersimpan lama dari hasil overstocking tidak selamanya dalam keadaan sempurna. Terutama jika tidak laku-laku, mau tidak mau perusahaan menjualnya dengan harga yang lebih murah.
- Biaya untuk menyimpan stok yang akan meningkat drastis. Perusahaan memiliki pengeluaran untuk setiap produk di gudang, yang juga mencakup fasilitas, teknologi, dan tenaga kerja. Semua hal tersebut tidak gratis, dan biayanya semakin mahal, seiring lamanya produk tersimpan.
Apabila hasil penjualan saat ini tidak mampu menutupi biaya dari pengelolaan overstock, maka perusahaan tentu akan merugi. Kesimpulannya, overstocking memang akan berdampak secara finansial.
Dampak pada Arus Kas
Cash flow atau arus kas, sejatinya merupakan pergerakan uang perusahaan yang masuk dan keluar. Karena itu, wajar apabila perusahaan selalu ingin mengoptimalkan arus kas, untuk menjaga bisnis aktif setiap saat.
Namun, overstocking ini justru malah dapat menghambat arus kas, karena tidak ada pergerakan uang sama sekali. Stok yang seharusnya sudah terjual dan tercatat di laporan arus kas, malah tetap berada di gudang.
Dalam laporan arus kas juga terdapat rincian mengenai investasi, pembayaran pajak, hingga operasional. Ketiga faktor ini juga akan terhambat, apabila perusahaan tidak menerima pendapatan dari stok tersebut.
Perlu diingat, jika laporan arus kas dibuat sesuai dengan periode waktu tertentu. Setiap pendapatan dan pengeluaran yang dimiliki oleh perusahaan akan tercatat di dalam laporan finansial tersebut.
Apabila stok yang berlebih tidak terjual di periode tersebut, serta pengeluaran terus dilakukan, maka perusahaan akan mengalami negative cash flow. Hal ini akan berdampak untuk keberlangsungan perusahaan.
Keterbatasan Ruang
Ruang merupakan tempat yang terbatas. Perusahaan tidak bisa memiliki ruang untuk menyimpan apapun yang diinginkan. Inilah mengapa manajemen inventaris merupakan hal yang penting.
Mengapa? Karena overstocking yang akan dihadapi perusahaan pada umumnya, yaitu keterbatasan ruang penyimpanan. Dengan stok yang berlebih, perusahaan tidak memiliki ruang untuk stok produk yang laku.
Alhasil, perusahaan perlu menyewa ruang penyimpanan baru untuk stok-stok tersebut. Perusahaan akan mengeluarkan biaya kembali untuk stok produk laku, ditambah biaya untuk menyimpan produk yang tidak laku.
Semakin banyak kuantitas dari stok yang kelebihan, maka semakin besar total biaya yang akan dikeluarkan. Satu-satunya cara untuk menghindari hal ini adalah dengan tidak melakukan overstocking dari awal.
Risiko Keusangan Produk
Tidak ada produk yang tahan selamanya. Prinsip ini perlu diingat bagi perusahaan yang ingin menghindari bahaya overstock. Jika produk tersebut termasuk FMCG (fast moving consumer goods), maka produk akan dapat kedaluwarsa.
Sementara itu, produk yang termasuk slow-moving goods, akan dapat menjadi obsolete. Perkembangan zaman yang cepat seperti teknologi, akan membuat model lama semakin tidak laku apabila tidak dijual segera.
Hal tersebut merupakan dampak langsung dari resiko produk yang dapat menjadi usang, dan tidak dapat dijual. Lantas, bagaimana dengan dampak ke depan yang diakibatkan olehnya?
- Biaya untuk brand repositioning. Untuk menjual kembali stok FMCG, perusahaan umumnya perlu melakukan brand positioning lagi untuk menciptakan demand baru.
- Biaya untuk tenaga kerja. Barang yang sudah tidak dapat dijual kembali atau obsolete, hanya bisa dibuang. Proses pembuangan ini akan memerlukan tenaga kerja yang tentunya tidak gratis.
- Profit margin yang menurun. Dengan pengeluaran biaya yang dijelaskan di atas, maka secara langsung profit margin perusahaan dalam bisnis tersebut akan menurun.
Reputasi Brand Menurun
Bahaya overstock yang terakhir, akan mengancam reputasi yang sudah susah payah dikelola perusahaan. Bagaimana bisa kelalaian dalam membeli stok dapat merusak reputasi perusahaan itu sendiri?
Untuk mendapatkan pendapatan dari stok tersebut, perusahaan akan menjualnya dengan harga yang lebih murah. Ini dapat memberikan persepsi pada pelanggan, yang mengira jika mereka membeli barang murahan.
Ditambah lagi, dengan harga tersebut, pelanggan juga akan berasumsi untuk membeli produk tersebut saat harganya murah saja. Alhasil, produk yang sama akan sulit terjual ke depannya dengan harga standar.
Dalam perkembangan dunia bisnis retail yang begitu cepat, pengunjung selalu ingin mengincar produk baru. Perusahaan yang terus menjual produk lama akan dianggap tidak mampu mengikuti perkembangan tren pasar.
Atasi Overstock dengan Likuidasi Kelebihan Stok
Jadi, setelah mengetahui bahaya overstocking, bagaimana jika perusahaan sudah terlanjur melakukannya? Untuk itu, solusi terbaiknya adalah dengan likuidasi stok berlebih.
Likuidasi merupakan proses pencairan stok untuk mendapatkan uang. Meski uang yang didapat tidak 100%, namun perusahaan dapat menghindari bahaya yang dijelaskan di atas. Lalu, bagaimana cara melikuidasi stok?
- Memberikan penawaran yang menjanjikan. Misalnya dengan memberikan harga diskon, penawaran harga bulk, atau dijual dengan produk lain.
- Menjual stok berlebih secara online. Perusahaan dapat mengandalkan B2B e-commerce atau online marketplace, untuk menjual barang yang overstock.
- Mengandalkan perusahaan likuidator. Perusahaan dapat menyerahkan urusan likuidasi stok kepada perusahaan likuidator, untuk menghemat waktu dan tenaga kerja.
Apabila stok tidak dapat dijual, maka perusahaan dapat memberikan stok sebagai insentif kepada pelanggan. Opsi lainnya adalah dengan memberikan stok sebagai bentuk donasi, jika kualitasnya masih bagus.
Likuidasi Overstock bersama Zaapko!
Likuidasi kelebihan stok atau overstock memang akan membutuhkan upaya yang besar. Perusahaan mungkin tidak memiliki banyak waktu atau tenaga kerja yang cukup, dan ingin fokus ke bagian operasional bisnis yang lain.
Jika Anda mengalami hal ini, jangan khawatir. Zaapko akan dapat membantu perusahaan untuk melakukan likuidasi dengan cepat. Seperti yang dijelaskan di atas, B2B e-commerce seperti Zaapko dapat menjadi pilihan yang tepat.
Melalui platform Zaapko, perusahaan dapat memuat informasi lengkap mengenai stok yang ingin dijual. Jika ingin ada yang membeli, Zaapko akan mengidentifikasi pembeli tersebut untuk membantu perusahaan.
Tidak hanya sekedar e-commerce untuk menjual stok berlebih, Zaapko juga melayani logistik dan bantuan teknisi 24/7. Baik pemilik stok maupun pembeli, akan dapat melakukan transaksi dengan mudah di Zaapko.
Sebab itu, hindari bahaya overstocking yang mengancam perusahaan, dengan melakukan likuidasi bersama Zaapko. Karena di Zaapko, Anda akan mendapatkan layanan likuidasi terbaik dengan harga yang kompetitif.