Di saat industri FMCG yang melaju pesat, di saat yang sama, juga timbul masalah yang baru. Perusahaan yang ingin terjun ke industri ini, perlu mengetahui seperti apa masalah bisnis FMCG dan cara untuk mengatasinya.
FMCG (fast-moving consumer goods) itu sendiri merupakan produk-produk yang mudah terjual, dengan harga yang murah. Karena itu, produk FMCG umumnya dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari.
Di Indonesia sendiri, nilai pasar FMCG meningkat sebesar 3.3% pada kuartal ke-2 tahun 2023, berdasarkan data dari Statistica. Hal ini membuktikan jika Indonesia, merupakan salah satu negara dengan perkembangan industri FMCG tertinggi di Asia Tenggara.
Apa Saja 6 Masalah Bisnis FMCG?
Di samping perkembangannya, setiap perusahaan FMCG selalu siap menghadapi masalah atau tantangan FMCG, terutama dengan manajemen risiko yang tepat. Lalu, apa saja masalah bisnis FMCG yang umum?
Pemilihan Pemasok yang Tidak Sesuai
Supplier atau pemasok merupakan pemain inti dalam mengelola bisnis FMCG. Sebab, pemasok inilah yang akan mengirimkan barang mentah atau barang jadi, yang kemudian diproses atau didistribusikan kembali.
Masalah yang satu ini cukup penting dan menjadi tantangan utama industri FMCG, karena ada banyak sekali masalah yang perlu ditangani oleh perusahaan. Beberapa masalah umum ditemui dari pemasok, baik internal maupun eksternal, yaitu:
- Harga material yang fluktuatif. Semakin tinggi bahan baku untuk produk FMCG, maka semakin mahal harga produk yang dijual. Tidak hanya sekedar mengikis keuntungan, hal ini juga dapat menurunkan tingkat kepuasan pelanggan.
- Risiko rantai pasokan (supply chain risk). Pemasok juga akan menghadapi masalah saat distribusi bahan baku FMCG. Alhasil, lead time rantai pasokan akan berkurang, sehingga turut berimbas ke perusahaan.
- Pemasok tidak mampu memenuhi kualitas. FMCG merupakan bisnis kompetitif, baik dari sektor harga, inovasi, dan kualitas. Kualitas bahan baku yang kurang baik, akan dapat berdampak besar di hasil produk FMCG.
Sebab itu, perusahaan perlu memilih pemasok yang memiliki track record dan kualitas yang memenuhi standar. Perusahaan juga perlu menyiasati apabila terjadi risiko rantai pasokan, dengan mencari pemasok alternatif.
Manajemen Logistik yang Tidak Profesional
Setiap perusahaan yang mengelola produk secara massal, pasti akan memiliki logistik yang profesional. Pasalnya, logistik selalu dibutuhkan di dunia industri serba cepat, terutama untuk perusahaan FMCG.
Masalah FMCG di bidang logistik yang paling utama adalah distribusi, terutama jika retail yang dimiliki lebih dari satu. Tantangan ini akan sangat mempengaruhi peluang pertumbuhan bisnis FMCG. Selain sistem pergudangan yang belum dikelola maksimal, adapun masalah logistik lainnya seperti:
- Sumber daya manusia yang kurang baik. Mulai dari pihak distributor hingga retail, semuanya memerlukan sumber daya manusia yang mampu menjalankan tugas dengan baik.
- Keterbatasan komunikasi antara kedua pihak. Hal ini dapat menghambat proses pengiriman, sehingga sebagian retail malah tidak mendapatkan produk yang akan dijual.
- Proses pengelolaan gudang yang tidak maksimal. Kelalaian dalam mengelola gudang akan membuat gudang yang harusnya bisa memuat semua barang, menjadi tidak muat.
Sebab itu, perusahaan perlu menghadapi masalah bisnis FMCG ini secara ekstra. Misalnya, di era digital ini pelaku usaha FMCG bisa memanfaatkan software otomasi, rute distribusi alternatif, hingga memiliki sumber daya manusia yang kompeten.
Selera Konsumen dan Target Pasar yang Tidak Terarah
Beranggapan bahwa FMCG adalah produk yang dibutuhkan semua kalangan memang tidak salah. Namun, bukan berarti perusahaan tidak perlu menentukan segmentasi pasar yang tepat, untuk setiap produk FMCG.
Pasalnya, kebutuhan setiap orang itu selalu berbeda setiap hari. Apa yang akan dibeli setiap konsumen, juga tergantung siapa dan dimana mereka berada. Misalnya membeli untuk disimpan, atau langsung digunakan.
Selain itu, FMCG juga merupakan bisnis yang selalu dituntut untuk berinovasi. Hal ini dikarenakan pembelian seseorang juga dapat dipengaruhi seperti musim, tren, hingga kondisi ekonomi mereka.
Untuk mengatasinya, perusahaan perlu riset pasar untuk menentukan segmentasi pasar yang tepat. Perusahaan dapat menentukan target pasar berdasarkan demografi atau karakteristik konsumen yang membeli.
Isu-Isu yang Bersifat Negatif dan Provokatif
Dengan kemudahan informasi disebarkan melalui sosial media, siapa saja bisa menyebarkan isu dengan cepat. Terutama, isu yang dapat memberikan dampak secara finansial maupun sosial ke perusahaan.
Meski begitu, sebagian perusahaan FMCG masih memiliki cara untuk mengantisipasi isu-isu tersebut. Salah satunya dengan memiliki Corporate Social Responsibility (CSR), yang handal dalam menangani isu tersebut.
Selain itu, perusahaan juga perlu memperkuat hubungan emosional kepada pelanggan. Baik dengan cara perlahan-lahan, yaitu dengan memberi tanggapan formal, atau cara cepat, yaitu dengan memberikan promosi.
Perusahaan juga dapat memanfaatkan hal positif yang dapat menjadi viral, agar meningkatkan atensi kembali. Meskipun respon yang didapatkan tidak akan mulus, tapi produk FMCG berhasil menjadi sorotan kembali.
Sayangnya, memang tidak ada cara instan untuk mengantisipasi isu negatif maupun provokatif dalam usaha FMCG. Akan tetapi, dengan strategi yang konsisten, perlahan-lahan konsumen akan kembali membeli.
Pemilihan Teknologi yang Kurang Efektif
Teknologi dapat menjadi senjata ampuh bagi perusahaan FMCG untuk meningkatkan efisiensi. Akan tetapi, apakah teknologi yang dipilih sudah tepat? Dan apakah dapat diterima oleh sumber daya manusia yang dimiliki?
Kesuksesan bisnis FMCG tergantung dari teknologi yang dapat membantu laporan finansial, analisa data, dan penjualan produk. Akan tetapi, di samping kemudahannya, ada masalah yang perlu dipertimbangkan, seperti:
- Biaya implementasi teknologi yang dipilih. Untuk perusahaan skala kecil, hal ini dapat menjadi masalah baru. Teknologi seperti ERP (Enterprise Resource Planning) membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
- Kemampuan sumber daya manusia. Bagi sebagian orang, adaptasi ke teknologi yang baru dapat menjadi hal yang sulit. Ketidakmampuan ini dapat memberikan masalah baru.
- Integrasi dengan teknologi lama yang sudah digunakan. Misalnya seperti menerapkan CRM (Customer Relationship Management) baru dengan ERP. Proses integrasi ini dapat memakan waktu lama.
Maka itu, perusahaan perlu memilih teknologi yang tidak hanya cost-efficient, namun juga mudah diintegrasikan. Untuk menghadapi masalah sumber daya manusia, pelatihan khusus akan diperlukan.
Persediaan Berlebihan Melebihi Permintaan yang Diprediksi
Masalah bisnis FMCG yang juga tidak jarang ditemui perusahaan yaitu stok atau persediaan melebihi permintaan. Kondisi yang dinamakan dengan surplus inventory ini, juga akan memunculkan masalah baru.
Hal umum yang dilakukan untuk menanggulangi stok berlebih ini yaitu dengan memprediksi permintaan (demand forecasting). Akan tetapi, seringkali prediksi kurang akurat, karena mengandalkan asumsi semata.
Prediksi permintaan yang tepat akan memerlukan metode yang baru, seperti memperhitungkan tren, musim, dan faktor yang terkait. Perusahaan juga harus mengandalkan data historis sebagai basis prediksi tersebut.
Ubah Stok FMCG Berlebih Jadi Uang bersama Zaapko!
Membicarakan soal stok FMCG yang sudah terlanjur ada di gudang, perusahaan juga dapat menyiasatinya sebelum menjadi bencana. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan Zaapko.
Zaapko merupakan leading brand B2B e-commerce, spesialisasi produk FMCG dan peralatan berat. Perusahaan dapat melakukan likuidasi stok FMCG yang dimiliki, dengan mengubahnya menjadi uang bersama Zaapko.
Di Zaapko, stok FMCG akan dengan cepat terjual kepada pembeli dengan harga yang kompetitif. Dengan begitu, tidak akan memakan waktu lama bagi perusahaan untuk segera mendapatkan uang dari penjualan.
Dengan kata lain, Zaapko dapat membantu mengurangi masalah bisnis FMCG dengan layanan dan teknologi terbaik. Mari atasi surplus inventory produk FMCG Anda dengan Zaapko, untuk meningkatkan profitabilitas dan keberlanjutan jangka panjang Anda.